Minggu, 12 April 2009

PERBEDAAN SEL HEWAN DAN TUMBUHAN


PENDAHULUAN
Latar belakang
Penegetahuan tentang sel dan struktur-struktur seni hanya bermula apabila terciptanya mikroskop. Pada tahun 1665, Robert Hooke telah Berjaya menciptakan mikroskop. Penelitian yang pertama dilakukan oleh Robert adalah tentang gabus. Beliau teruja melihat yang gabus sebenarnya bukanlah satu benda yang sekata. Sebaliknya terdiri daripada puluhan “kotak- kotak” kecil yang mengingatkanya kepada kepada bilik tidur yang sempit. Dari itu tercetuslah sebutan sel untuk unit paling asas sesuatu organisme. Pada era yang sama Van Leuwenhoek pula menggunakan sampel air untuk diserap dibawah mikroskop. Beliau menyatakan yang terdapatnya hidupan sni yang hidup dan boleh bergerak dimana setengah organismenya ini adalah sel tuggal atau uniseluler. Sel-sel ini bukanlah static malahan menjalani aktiviti dengan sempurna. Buat pertama kalinya manusia bias menyadari tentang wujudnya makhluk hidup seni yang sebelum ini tidak pernah dapat dilihat oleh mata telanjang. Berikut gambar dari mikroskop yang dipaki Robert Hooke dan sel gabus yang dilihatnya.
Dalam perkembangan selama 200 tahun tidak terdapat perkembangan mengenai sel. Pada tahun 1889, Theodore Schwann beliau menerapkan cerapan ke atas sel tulang rawan. Beliau merumuskan yang sel – sel hewan mirip tepat sel tumbuhan. Beliau menyatakan sel adalah unit terkecil untuk semua tumbuhan dan hewan. Perkembangan pada zaman itu makin pesat dengan mantapnya teori yang dikemukakan oleh Virchow yaitu setiap satu organism adalah gabungan berbilang unit sel, dan semua sel dating dari pada sel sebelumnya.

Permasalahan
Permasalahan dalam penulisan review ini adalag melihat perbedaan yang signifikan antara sel tumbuhan dam sel hewan dan menetukan bagian-bagian dari sel hewan dan tumbuhan.

Tujuan

1. Bagi para akademik untuk menambah wawasan tentang perbedaan sel hewan dan sel tumbuhan.
2. Bagi Masyarakat luas agar mengetahui seberapa jauh perbedaan antara sel hewan dan sel tumbuhan dan seberap besar pengaruh perbedaan yang terdapat dalam sel hewan dan sel tumbuhan.


PEMBAHASAN

Struktur sel hewan dan tumbuhan sebenarnya sama tapi dengan berkembangnmya zaman ada perbedaan antara sel tumbuhan dan sel hewan. Perbedaan sel hewan dan tumbuhan dilihihat dari:
1 Sel Tumbuhan
Berbeda dengan sel hewan, sel tumbuhan memiliki beberapa kekhususan yang tidak dimiliki oleh sel tumbuhan. Tumbuhan dalam hal ini mampu menghasilkan atau dapat mensintesis makana sendiri, sedangkan pada hewan sam sekali tidak mampu. Dari sini kita bisa lihat perbedaan komponen dari sel hewan dan tumbuhan.
Pertama terdapat pada sel tumbuhan adalah yaitu dinding sel. Dinding sel hanya terdapat pada sehingga sel hewan sangat kokoh atau tidak lentur seperti sel hewan. Dinding sel merupakan penyusun tumbuhan yang letaknya bagian luar dari hasil proses hidup protoplasma. Penyusun dinding sel yang paling banyak yaitu selulosa, suatu polisakarida yang terdiri atas polimer glukagen. Dinding sel dibagi atas 3 bagian yaitu pertama dinding sel primer yaitu dinding sel yang terbentuk pertama kali pada sel baru dan biasanya terbentuk pada sel yang sedang aktif, bagian kedua yaitu lamella tengah yang berfungsi untuk melekatkan satu sel dengan lainya berada diantara dinding sel primer yang saling berdekatan yang tersusun oleh senyawa pectin, ketiga dinding sel sekunder terbentuk bagian sebelah dalam dari dinding sel dan dinding sel sekunder berkembang di permukaan dalam dari dinding primer.

Perbedaan yang kedua yaitu kloroplas yang meruopakn organel sel membrane yang hanya dapat ditemuakan di sel tumbuhan. Dalam kloroplas ini mengandung yang dinamakan pigmen fotosintesis yang mampu melangsungkan proses fotosintesis dan sehingga tumbuhan dapay digolongkan sebagai produsen yang terdapat pada daun dan organ tubuh yang lain yang berwarna hijau
Macam kloroplas ada 4 antara lain:
1. Klorofil a : menampakan warna hijau biru.
2. Klorofil b : menampakan warna hijau kuning.
3. Klorofil c : menampakan warna hijau coklat.
4. Klorofil d : menampakan warna hijau merah.

Organisme yang memiliki kloroplas digolongkan dalam organisme aototrof, karena kemampuanya dalam memproduksi makanan sendiri. Bentuk dan ukuran dan jumlah dari kloroplas tiap sel organisme autotrof berbeda. Bentuk dari kloroplas ada yang berbentuk pita, mangkuk, cakram, dan bentuk lainya. Kloroplas memiliki ribosom dan DNA sendiri.
Perbedaan yang ketiga terletak pada vakuol. Vakuola merupakan komponen non protoplasma dan merupakan rongga sel, berisi cairan, dan dikelilingi selapis membran, yang pada hewan juga dijumpai tapi ukuranya kecil dan dalam jumlah yang sedikit. Misalnya pada beberapa sel hewan dijumpai adanya vacuola fagosit, vacuola makanan tapi itu sangat kecil sekali. Membrane yang mengelilingi vacuola yaitu “ tonoplas” yang mengandung transport aktif. Tonoplas bersifat deferensial permeable yang berarti dalam memasukan bahan – bahan melakuka penyeleksian atau bahan tersebut tidak sembarang masuk kea lam sel. Vacuola tengah berisi cairan sel yang merupakan larutan pekat garam, mneral, gula, oksigen, asam organik, CO2, pigmen, enzim, dan sisa – sisa hasil metabolisme. Ada bebrapa fungsi dari vacuola antara lain:
1. Memnbangun turgor sel dengan cara memasukan air melalui tonoplas.
2. Sebagai tempat penghancuran senyawa tertentu oleh emzim hidrolase.
3. Sebagai temapt penyimpanan makanan seperti: sukrosa, garam mineral, dan inulin yang terlarut sewaktu – waktu bisa digunakan sitoplasma.

2 Sel Hewan
Sel hewan juga memiliki perbedaan dengan sel tumbuhan yaitu di sel hewan terdapat yang dianamakan sentriol. Sentriol adalah organel yang tak bermembran yang hanya bisa ditemukan di sel hewan. Organel ini berukuran kecil jumlahnya sepasang dan letaknya dekat membrane inti dalam posisi tegak lurus antar keduanya. Organel ini akan memisah satu sama lain untuk membentuk gelondong pembelahan pada saat terjadi pembelahan sel. Perbedaaan yang dapat kita lihat dari sel yaitu cincin kontraktil yang hanya ditemukan pada sel hewan. Cincin kontraktil terbentuk pada saat pemebelahan sel, tepatnya pada tahap sitokinesis atau pembagian sitoplasma sel anak. Pembagian sitoplasma berlangsung setelah pembagian materi inti (kriokinesis) selesai. Pada sel tumbuhan setelah pembagian materi inti selesai maka dinding. Sel baru yang terbentuk tanpa adanya cincin kontraktil. Sel hewan sama memiliki vcuola tapi vacuola yang dimilki sel hewan tidak sebesar yang dimiliki sel tumbuhan.


PENUTUP
Ksimpulan
Kesimpulan yang didapat dari penulisan review tentang perbedaan sel hewan dan tumbuhan adalah sel hewan dan tumbuhan sebenarnya sama tapi karena berkembangnya ilmu pegetahuan perbedaan ada di sel hewan dan tumbuahan. Perbedaan yang terlihat hanya sedikit dari organel – organel penyusunya. Tabel dibawah menjelaskan tentang perbedaan sel tumbuhan dan sel hewan.

NO ORGANEL SEL TUMBUHAN SEL HEWAN
1
2
3

4
5 Dinding sel
Kloroplas
Vacuola

Cincin kontraktil

Sentriol ada
ada
ada dengan jumlah besar

tidak ada

tidak ada Tidak ada
Tidak ada
Ada tapi dalam jumlah kecil
ada

ada

Pebedaan antara sel hewan dan tumbuhan sudah dijelaskan diatas. Jadi perbedaan antara sel hewan dan sel tumbuhan tidak terlalu signifikan hanya beberapa organel saja yang membedakanya.

Saran
Saran dari penulisan review tentang perbedaan sel hewan dan tumbuhan mohon siapun yang membaca review ini kalau ada yang kurang tepat mohon dilengkapi dengan lengkap.



DAFTAR PUSTAKA

http://bebas.vlsm.org/v12/sponsor/Sponsor-Pendamping/Praweda/Biologi/0112%20Bio%203-1a.htm. Diakses pada tanggal 27 November 2008 pukul 18.47 WIB

http://id.wikipedia.org/wiki/Sel diakses pada tanggal 27 november 2008 pukul 19.15 WIB

http://www.sith.itb.ac.id/profile/pdf/bumarsel/Pendahuluan%20Biologi%20Sel.pdf. Diakses pada tanggal 27 November 2008 pukul 19.20 WIB.

http:// www.crayonpedia.org/mw/ berkas : perbedaan sel hewan dan tumbuhan.


Jumiati,2006. Mikrobiologo. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

STRUKTUR SEL


STRUKTUR DAN FUNGSI BAGIAN-BAGIAN SEL


Pada dasarnya setiap sel hidup mempunyai tiga bagian pokok yaitu : Selaput Plasma, Sitoplasma dan Organel
1. Selaput Plasma (membran sel) : merupakan bagian terluar sel, yang membatasi isi sel dengan lingkungan luarnya, tebalnya 5 – 10 nm.
Fungsi penting membran sel yang lain :
 mengatur pertukaran sitoplasma dengan lingkungannya.
 Menjadi tempat berlangsungnya reaksi kimia
 Sebagai penerima rangsangan dari luar
Berdasarkan analisis kimia membran sel terdiri atas 50 % lipid dan 50 % protein (atau keduanya sering digabung menjadi lipoprotein)
 Lipid terdiri atas : Fosfolipida (lipid yang mengandung karbohidrat), Sterol (lipid yang mengandung gugusan alkohol misal kolesterol)
 Protein terdiri atas : glikoprotein (Protein yang mengandung karbohidrat)













Gambar : Dwi lapis fosfolipid












Gambar : Struktur membran sel

Membran sel bersifat diferensial semi permiabel atau selektif permeabel, artinya hanya zat-zat yang diperlukan saja yang bisa melaluinya, sedang yang tidak diperlukan ditahan.
Transport melalui membran sel ini berfungsi untuk :
 menjaga kestabilan pH
 menjaga konsentrasi zat dalam sel
 memperoleh bahan makanan, energi, dan bahan lain
 membuang sisa-sisa metabolisme yang bersifat racun
 memasok ion-ion yang penting

Transport melalui membran sel dapat berlangsung secara pasif atau aktif . Untuk jelasnya kita lihat skema:
pasif ( tidak perlu energi) : difusi, osmosis
Transport
Aktif (perlu energi) : endositosis, eksositosis

Transport Pasif
Difusi : adalah perpindahan zat (gas, cairan, zat padat) dari larutan berkonsentrasi rendah atau nol, sehingga konsentrasi menjadi sama.
Contoh : molekul oksigen, karbondioksida, molekul teh dan gula dalam air akan bergerak dari ruang yang konsentrasinya tinggi menuju ruang yang konsentrasinya rendah.
Osmosis : adalah perpindahan air (zat pelarut) dari larutan berkonsentrasi rendah ke larutan berkonsentrasi tinggi melalui membran semi permeabel atau selektif permeabel.
Dalam biologi osmosis bisa diartikan sebagai difusi air keluar-masuk sel.
Jika ada perbedaan konsentrasi antara konsentrasi larutan dalam sel dengan konsentrasi larutan diluar sel, maka bisa saja terjadi beberapa peristiwa, seperti :

 Haemolisis = Peristiwa pecahnya sel hewan karena ditempatkan dalam larutan hipotonis (larutan diluar sel lebih encer sehingga air mengalir menuju larutan sel yang lebih pekat, akibat nya sel mengembung dan pecah)
 Krenasi = Peristiwa mengecilnya sel / mengerutnya sel hewan karena ditempatkan pada larutan yang hipertonik (larutan diluar sel lebih pekat dari larutan dalam sel, sehingga air dalam sel tertarik keluar).
 Plasmolisis = Peristiwa lepasnya selaput plasma sel tumbuhan dari dindinng selnya, karena ditempatkan pada larutan hipertonik, sehingga air sel keluar dan selaput plasma lepas dari dindingnya.
 Tekanan turgor = Jika sel ditempatkan pada larutan hipertonis, maka air akan terserap ke dalam sel, sehingga tekanan turgor meningkat.

Transport Aktif : adalah transport atau perpindahan materi yang perlu energi guna masuk dan keluarnya ion atau molekul zat melalui selaput plasma (membran sel), berjalan searah (dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah) dan dipengaruhi oleh muatan listrik didalam dan diluar sel, seperti ion Natrium (Na+), Kalsium (K+) dan Clor (Cl-). Masuk dan keluarnya ion natrium dan kalsium dilakukan oleh pompa natrium dan kalsium atau pompa Na+ dan K+ dengan energi yang berasal dari ATP. Pompa Na+ dan K+ memompa keluar sel ion Na+ dan memompa masuk ke dalam sel ion K+.

Fungsi ion K+ dan Na+ :
Untuk sintesis protein, glikolisis, fotosintesis dan proses penting lainnya memerlukan konsentrasi ion K+ yang tinggi.
Mengendalikan pengaturan osmosis
Mempertahankan perbedaan potensial listrik dalam sel syaraf dan memacu transport aktif zat lain seperti glukosa dan asam amino.

Endositosis : adalah peristiwa memasukkan zat padat atau cair melalui membran, biasa dilakukan oleh organisme bersel satu seperti Amoeba, Paramaecium dan sel tubuh tertentu misalnya leukosit saat memakan kuman penyakit, disebut juga “ fagositosis”.

Eksositosis : adalah peristiwa mengeluarkan zat padat atau cair melalui membran, sering terjadi pada beberapa sel kelenjar atau sel sekresi, misalnya kelenjar pencernaan, mensekresi enzim. Eksositosis terjadi pada bagian sel yang umumnya berbentuk vacuola atau granula dalam sitoplasma. Melalui membran sel enzim yang dihasilkan dibawa keluar sel dan bekerja diluar sel.

2. Sitoplasma : adalah cairan sel yang terdapat diantara selaput plasma dengan inti sel, merupakan sistem koloid, tersusun atas bahan dasar cair (sitosol) yang terdiri atas 90% air dan didalamnya terlarut senyawa organik, ion-ion, gas, molekul-molekul kecil (garam, asam lemak, asam amino, gula, nukleotida, vitamin), molekul besar (protein, ARN) yang membentuk larutan koloid, yang bergerak secara acak di sebut Gerak Brown yang dipengaruhi muatan listrik ion-ion.
Larutan koloid dpat mengalami perubahan dari fase sol (kadar koloid rendah) ka fase gel (kadar koloid tinggi) dan sebaliknya, dimana perubahan ini merupakan mekanisme gerak yang sangat penting bagi organisme hewan bersel satu.
Dalam sitoplasma juga dijumpai bermacam-macam organela yang membentuk suspensi dan melakukan metabolisme tertentu seperti glikolisis, sintesis protein, sintesis asam lemak, dan lain-lain.



3. Organela : adalah alat pelaksana berbagai fungsi hidup sel, yang terdiri atas :
a. Nukleus (inti sel)
• Merupakan organel yang terbesar, diameter 10 m (1 m = 1 x 10-6 m = 1 x 10 –3 mm), bentuk oval, terlindung oleh dua lapis membran.
• Nukleus berfungsi untuk mengendalikan seluruh kegiatan sel.
• Beberapa bagian penting nukleus yaitu :
• Selaput inti (karioteka) : terdiri dari 2 lapis yang berfungsi sebagai pembungkus sekaligus pelindung sel. Selaput luar inti berhubungan dengan retikulum endoplasma yang permukaannya banyak terdapat ribosom
• Nukleoplasma : cairan inti berbentuk gel yang kaya substansi kimia seperti ion-ion, protein, enzim, nukleotida, dan benang-benang kromatin
• Nukleolus : anak inti ditemukan satu atau lebih pada setiap inti sel, mengandung ADN yang bertindak sebagai organisator nukleus dan banyak mengandungn salinan gen-gen yang memberikan kode ARN ribosom.
• Fungsi nukleolus terutama adalah untuk sintesis ARN dan mengontrol penggandaan kromatin,

b. Retikulum Endoplasma (RE)
• Adalah sistem membran yangn kompleks membentuk jalinan saluran-saluran halus penghubung sitoplasma dengan nukleus.
• Mempunyai satu lapis membran
• Retikulum Endoplasma (RE) dibedakan menjadi dua yaitu :
 R.E Kasar : Bila pada membrannya terdapat ribosom, fungsi alat transport protein yang disintesis oleh ribosom.
 R.E Halus : Bila pada membrannya tidak ada ribosom. Fungsi sintesis lemak, fosfolipid, dan steroid. Merupakan sumber membran yang menyusun aparatus Golgi.

c. Ribosom
• Organel kecil berdiameter +20 nm tidak dilapisi membran, tersusun atas protein dan RNA.
• Ada yang bebas di sitoplasma. Ada yang terikat pada retikulum endoplasmik (RE Kasar).
• Terdapat pada sel organisma prokariotik maupun eukariotik .
• Fungsi : Sintesis protein.





d. Sentriol
• Terdapat dalam sitoplasma dekat permukaan luar nukleus.
• Setiap sentriol terdiri atas sebaris silinder dengan 9 triplets mikrotubulus, merupakan satu kesatuan yang disebut “ sentrosom”.
• Fungsi : berperan sangat penting dalam proses pembelahan sel, yaitu membentuk benang-benang gelendong pembelahan.
• Biasanya terdapat dua sentriol misalnya pada sel hewan, sel beberapa mikroorganisme dan tumbuhan tingkat rendah.
• Pada beberapa sel, sentriol berduplikasi untuk membentuk benda basal, silia dan flagela.

e. Badan Golgi (Golgi Kompleks) :
• Dijumpai pada hampir semua sel tumbuhan dan hewan, terutama sel-sel yang aktif terlibat dalam sekresi
• Struktur : terdiri dari setumpuk kantong-kantong pipih yang dibatasi membran seperti jala atau berbentuk amorf. Ditemukan oleh Camillio Golgi (Th 1898). Badan Golgi yang terdapat pada tumbuhan disebut “Diktiosom”.
• Fungsi Badan Golgi :
 Mengangkut dan mengubah secara kimia materi-materi yang ada di dalamnya.
 Pada tumbuhan. Badan Golgi disebut diktiosom yang mensekresikan lendir, lilin pada tanaman perca dan sekresi yang bersifat lengket. Selulosa yang disekresikan sel tumbuhan untuk membentuk dinding sel juga disintesis di Golgi kompleks.
 Mensekresikan zat misalnya protein, glikoprotein, karbohidrat dan lemak.
 Badan Golgi juga mensintesis polisakarida (misalnya dalam bentuk mukus)
 Membentuk lisosom
 Membentuk enzim-enzim pencernaan yang belum aktif (zimogen koenzim). Lendir (mukus) yang disebut mucin adalah salah satu produk dari Badan Golgi yang dibuat dengan cara meningkatkan protein yang diterimanya dengan karbohidrat rantai pendek sehingga terbentuk glikoprotein yang akan muncul pada sintesis protein dan diubah menjadi mucin.
























f. Lisosom
• Struktur : agak bulat dibatasi membran tunggal, diameter (0,05 m – 1,5 m)
• Terdapat pada hampir semua sel eukariotik, terutama sel hewan yang melakukan kegiatan fagositik. Misalnya Leukosit, pada tumbuhan yang bertidak sebagai lisosom adalah vacuola tengah yang besar.
• Banyak mengandung enzim pencerna hidrolitik, misalnya : proteasa (enzim pencerna protein), nukleasa (enzim pencerna asam nukleat), Lipasa (Lipid), Fosfatasa (fosfolipid).
• Enzim pencerna hidrolitik ini terkurung dalam lisosom agar tidak merusak / mencernakan komponen-komponen lain dalam sel.
Fungsi lisosom :
• Mencernakan materi secara intrasel yang diambil secara endositosis atau fagositosis
• Autofage : mencernakan/menyingkirkan struktur-struktur yang tidak dikehendaki didalam sel
• Eksositosis : pengeluaran enzim ke luar sel
• Autolisis : penghancuran diri sel dengan cara membebaskan semua isi lisosom dalam sel. Misalnya pada proses pelenyapan ekor berudu katak.









g. Mitokondria
• Struktur : seperti sosis dan amat kompleks susunannya, terdiri atas 2 lapis membran ; membran dalam berlekuk-lekuk disebut “krista” yang berfungsi untuk memperluas permukaan sehingga proses penyerapan oksigen menjadi efektif. Ruang antara lipatan membran mengandung matriks yang kaya akan enzim pernafasan (sitokrom Oxidase). Yang berfungsi mengontrol daur Krebs (rantai transfer elektron respirasi), ADN, ARN dan protein. Krista juga penting untuk mengatur perpindahan enzim, dan bertanggungnjawab pada gerakan ADP atau ATP melalui membran ini dalam respirasi sel. Mitokondria terdapat dalam semua sel eukariotik yang aerobik.
• Fungsi Mitokondria : merupakan tempat berlangsungnya respirasi aerobik dalam sel. Mitokondria disebut “ The power of house ” karena menghasilkan energi melalui oksidasi zat makanan untuk membentuk ATP/ADP.














Gambar : Mitokondria, tempat terjadinya aksi biologi dan produksi ATP.

h. Kloroplas
• Adalah plastida yang mengandung pigmen hijau, kuning, dan merah. Pada sel tumbuhan bentuknya cakram dengan diameter 5 – 8 m dan tebalnya 2 – 4 m, bermembran ganda, diantara dua membran ini terdapat cairan yang disebut “Stroma” dan suatu sistem membran dalam “Lamela” yang kemudian membesar membentuk gelembung pipih yang terbungkus membran disebut “tilakoid”. Struktur ini tersusun dalam tumpukan mirip tumpukan coin dan disebut “grana”.



• Membran dalam kloroplas kaya fosfolipid dan protein, pigmen (terutama klorofil). Klorofil pada membran dalam inilah yang memberi warna hijau kepada kloroplas dan kepada sel serta jaringan tumbuhan yang terkena cahaya. Fungsi klorofil adalah menangkap energi matahari guna fotosintesis. Jadi kloroplas adalah tempat fotosintesis.









Gambar : Kloroplas (40.000 x) dari sel daun jagung. Struktur yang tampak seperti tumpukan koin itu ialah grana yang berisikan klorofil. (Atas kebaikan Dr. L.K. Shumway, Genetics and Botany, Washington State University)













Gambar : Struktur suatu grana
i. Mikrotubulus
• Struktur : benang-benang silindris yang tersusun atas protein (disebut : Tubulin) yang terdapat pada kebanyakan sel hewan dan tumbuhan. Diameter luarnya + 25 nm ; diameter lumennya + 15 nm. Panjangnya bervariasi, tapi ada juga yang panjangnya 1000 kali tebalnya ( yaitu 25  m panjangnya). Mikrotubulus strukturnya kaku dan diduga menyebabkan kekakuan pada bagian-bagian sel tempat ia berada. Jadi mikrotubulus bersama-sama mikrofilamen menentukan bentuk struktur pada sitoplasma.

• Fungsi mikrotubulus : sangat penting dalam pembelahan sel (yaitu membentuk gelendongn pembelahan), membentuk sentriol, benda basal dan flagela.
















Gambar : Mikrotubulus dan mikrofilamen dalam sitoplasma

j. Mikrofilamen
• Struktur : merupakan serat tipis panjang berdiameter 5 – 6 nm, terdiri dari protein yang disebut “aktin”. Kumpulan mikrofilamen membentuk jaringan dalam sel, dan ini berhubungan dengan gerak sel. Pada sel hewan yang sedang membelah, mikrofilamen berperan untuk memisahkan sel anak.

• Fungsi : mikrofilamen menimbulkan aliran sitoplasmik (gerakan-gerakan dalam sitoplasma), memberikan ciri penting pada sel yang bentuknya berubah-ubah (misalnya Amoeba) dan pada kebanyakan sel hewan selama pembentukan embrio.


k. Badan Mikro (Mikrosom) atau Peroksisom
• Struktur : peroksisom besarnya hampir sama dengan lisosom (0,3 – 15 m) dan dibatasi membran tunggal, banyak mengandung enzim “katalase” yang berfungsi untuk mengkatalisis perombakan hidrogen peroksida (H2O2) suatu produk samping metabolisme sel yang berbahaya.
Reaksi 2H2O2 katalase 2 H2O + O2.
• Fungsi lain peroksisom : berperan dalam perubahan lemak menjadi karbohidrat dan dalam perubahan purin dalam sel. Pada hewan, peroksisom terkurung dalam sel-sel hati dan ginjal, sedang pada tumbuhan terdapat dalam berbagai tipe sel dan sering kali mengandung bahan yang terkristalisasi. Pada biji tumbuhan jarak ditemukan adanya “glioksisom” yangn merupakan salah satu tipe dari peroksisom dan yang terdapat pada daun berperan penting untuk penyerapan cahaya dan respirasi.


SEL HEWAN DAN SEL TUMBUHAN

Sel hewan dan sel tumbuhan mempunyai struktur dasar yang sama, tapi karena lingkungannya berbeda, maka mengalami perkembangan yang berbeda pula.
1. Sel Tumbuhan
a. Dinding Sel
• Adalah bagian terluar sel hasil proses hidup protoplasma
• Struktur : pada awal pembentukan berupa selaput tipis (dinding primer) yang terdiri dari serat-serat selulosa (suatu senyawa polisakarida kompleks) yang daya regangnya kuat. Polisakarida terdiri dari hemiselulosa dan pektin. Setelah mengalami penebalan dinding primer menjadi dinding sekunder. Diantara kedua dinding sel yang berdekatan terdapat “ lamela tengah” yang tersusun atas magnesium (Mg) dan Kalsium pektat (berupa gel). Selain itu, antara dua sel berdekatan juga dijumpai adanya pori/ noktah yang saling berhubungan disebut “plasmodesmata” yang berfungsi sebagai sarana gerakan berbagai zat dari satu sel ke sel lain dan untuk penghantaran impuls antar sel.

b. Vacuola
• Struktur : merupakan rongga sel, berisi cairan, dan dikelilingi selapis membran. Pada sel hewan juga dijumpai tapi ukurannya kecil dan sedikit jumlahnya. Misalnya pada beberapa sel hewan di jumpai adanya vacuola fagosit, vacuola makanan dan vacuola kontraktil (berdenyut). Vakuola tengah berukuran besar dikelilingi membran yang disebut “tonoplas” terdapat pada sel parenkim dan kolenkim dewasa sel tumbuhan. Tonoplas bersifat deferensial permeabel. Vacuola tengah ini berisi cairan sel / getah sel yang merupakan larutan pekat garam, mineral, gula, oksigen, asam organik, CO2, pigmen, enzim dan sisa-sisa metabolisme lain.
• Fungsi Vacuola :
 Membangun turgor sel dengan cara memasukkan air melalui tonoplas.
 Tempat terdapatnya pigmen antosian yang memberi warna cerah pada bunga, pucuk daun dan buah sehingga menarik hewan pembantu penyerbukan dan pemencaran biji.
 Kadang-kadang vacuola tumbuhan mensekresi enzim hidrolitik yang dapat berperan seperti lisosom saat sel hidup. Setelah sel mati, tonoplas akan kehilangan sifat deferensial permeabel-nya. Sehingga enzim hidrolitik lolos dan menyebabkan penghancuran diri sel.
 Tempat menimbum sisa metabolisme seperti kristal kalsium oksalat, alkaloid, tanin, lateks (getah) pada tumbuhan tertentu, sel yang punya vacuola penampung lateks disebut “latisifer”.
 Tempat menyimpan zat makanan seperti: sukrosa, garam mineral, dan inulin yang terlarut sewaktu-waktu bisa digunakan sitoplasma.











Gambar : Vakuola (Micrograf Elektron atas kebaikan H. J. Arnott dan Kenneth M. Smith)

c. Plastida
Struktur : Hanya terdapat pada sel tumbuhan ; berupa butir-butir mengandung pigmen; merupakan perkembangan dari proplastida yang banyak terdapat didaerah meristematis. Dalam perkembangannya proplastid berubah menjadi leukoplas, kloroplas, dan kromoplas.
1) Leukoplas : adalah plastida tidak berwarna, sering terdapat pada organ tumbuhan yang terkena cahaya matahari seperti organ penyimpan cadangan makanan misalnya akar, biji, dan daun muda. Ada 3 macam leukoplas berdasarkan fungsinya :
a) Amiloplas : untuk membentuk dan menyimpan amilum.
b) Elaioplas (Lipidoplas) : membentuk dan menyimpan lemak
c) Proteoplas (aleuroplas) : menyimpan protein
2) Kloroplas : adalah plastida yang mengandung klorofil, karotenoid, dan pigmen fotosintesis lainnya ; terdapat pada daun dan organ tubuh lain berwarna hiijau.
Macamnya :  Klorofil a : menampakkan warna hijau biru
 Klorofil b : menampakkan warna hijau kuning
 Klorofil c : menampakkan warna hijau coklat
 Klorofil d : menampakkan warna hijau merah

3) Kromoplas : adalah plastida yang menghasilkan warna non fotosintetik, misalnya :
 Karotin : warna kuning, misal pada wortel
 Xantofil : warna kuning pada daun tua
 Fikosianin : warna biru, misalnya pada ganggang
 Fikosantin : warna coklat, misalnya pada ganggang
 Fikoeritrin : warna merah, misalnya pada ganggang

2. Sel Hewan
 Berbeda dengan sel tumbuhan, karena punya dinding sel protoplasma dilindungi membran tipis yang tidak kuat, sehingga bentuknya tidak tetap.
 Pada beberapa hewan bersel satu Euglena dan Radiolaria selnya dilindungi oleh cangkok yang kuat dan keras tersusun dari zat kersik dan pelikel.
 Vacuola pada hewan kecil atau bahkan tidak ditemukan. Tapi pada beberapa hewan bersel satu ditemukan vacuola, misalnya Paramaecium dan Amoeba. Bahkan pada Paramaecium ditemukan ada 2 macam yaitu :
• Vacuola kontraktil/berdenyut : khas pada hewan bersel satu yang hidup di air tawar
Fungsi : menjaga tekanan osmotik sitoplasma, sering disebut sebagai osmoregulator (pengatur suhu)
• Vacuola nonkontraktil/vacuola makanan
Fungsi : mencernakan makanan

DAFTAR PUSTAKA

Glen and Susan Toole, 1995, Understanding Biology for advanced level, 3rd Edition, Stanley Thommes Publisher Ltd, Singapore

Hardie, J.A., 1995, Biology MCQ with Helps, Redsport Publishing, Singapore

Kimball, John W., 1992, Biologi, Jilid 1, Penerbit Erlangga, Jakarta

Marry Ousborn dari M. Ousborn, W. Franke and K. Weber, 1980, Ekperimental sel research, 125:37.

BUDIDAYA ARTEMIA UNTUK PAKAN ALAMI IKAN



PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Artemia merupakan salah satu makanan hidup yang sampai saat ini paling banyak digunakan dalam usaha budidaya udang, khususnya dalam pengelolaan pembenihan. Sebagai makanan hidup, Artemia tidak hanya dapat digunakan dalam bentuk nauplius, tetapi juga dalam bentuk dewasanya. Bahkan jika dibandingkan dengan naupliusnya, nilai nutrisi Artemia dewasa mempunyai keunggulan, yakni kandungan proteinnya meningkat dari rata-rata 47 % pada nauplius menjadi 60 % pada Artemia dewasa yang telah dikeringkan. Selain itu kualitas protein Artemia dewasa juga meningkat, karena lebih kaya akan asam-asam amino essensial. Demikian pula jika dibandingkan dengan makanan udang lainnya, keunggulan Artemia dewasa tidak hanya pada nilai nutrisinya, tetapi juga karena mempunyai kerangka luar (eksoskeleton) yang sanga tipis,sehingga dapat dicerna seluruhnya oleh hewan pemangsa. Melihat keunggulan nutrisi Artemia dewasa dibandingkan dengan naupliusnya dan juga jenis makanan lainnya, maka Artemia dewasa merupakan makanan udang yang sangat baikjika digunakan sebagai makanan hidup maupun sumber protein utama makanan buatan. Untuk itulah kultur massal Artemia memegang peranan sangat penting dan dapat dijadikan usaha industri tersendiri dalam kaitannya dengan suplai makanan hidup maupun bahan dasar utama makanan buatan. Untuk dapat diperoleh biomassa Artemia dalam jumlah cukup banyak, harus dilakukan kultur terlebih dahulu. Produksi biomassa Artemia dapat dilakukan secara ekstensif pada tambak bersalinitas cukup tinggi yang sekaligus memproduksi Cyst (kista) dan dapat dilakukan secara terkendali pada bak-bak dalam kultur massal ini. (Ir. Sri Umiyati Sumeru )
Pernah ditemukan kista tertua oleh suatu prusahaan pemboran yang bekerja disekitar Danau “ Salt Great “. Kista tersebut diduga berusia sekitar lebih dari 10.000 tahunb ( berdasarkan metode carbon dating ). Setelah diuji, ternyata kista-kista tersebutvmasih bias menetas walaupun usianya 10.000 tahun .( Anonymous, 2008

Beberapa sifat artemia yang menunjang antara lain :

(a) Mudah dalam penanganan, karena tahan dalam bentuk kista untuk waktu yang lama
(b) Mudah berada ptasi dalam kisaran salinitas lingkungan yang lebar.
(c) Makan dengan cara menyaring, sehingga memper mudah dalam penyedian pakannya.
(d) Dapat tumbuh dengan baik pada tingkat padat penebaran tinggi. .
(e) Mempunyai nilai nutrisi tinggi, yaitu kandungan protein 40 – 60%.
(f)
Sekarang banyak pembudidaya ikan dan udang memakai pakan alami Artaemia dalam pemberian pakan. Artemia sangat mudah untuk ditetaskan menjadi larva sampai dewasa, tapi harga artemia sangat mahal bagi pembudidaya ikan maupun udang. Biasanya artemia diberikan pada ikan pada saat ikan berumur 12-30 hari. Menurut INVE Aquaculture Belgia Artemia mengandung 56% protein yang biasanya pada udang diberikan pada PL5 dan PL25. ( Anonymous, 2008 )







Gambar 1.1 Artemi salina


1.2 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui proses reproduksi Artemia dari berbentuk kista sampai dewasa. Selain itu juga sebagai bahan informasi bagi para pembudidaya ikan dan udang untuk mengetahui pakan alami yang baik diberikan untuk ikan maupun udang yang akan dibudidayakan. Bagi para mahasiswa agar mengetahui apa itu Artemia dan bagaimana proses reproduksinya dari mulai kista sampa dewasa

TINJAUAN PUSTAKA

Artemia atau “brine shrimp” merupakan salah satu jenis pakan alami yang sangat diperlukan dalam kegiatan pembenihan udang dan ikan. Beberapa sifat artemia yang menunjang antara lain :

(a) Mudah dalam penanganan, karena tahan dalam
bentuk kista untuk waktu yang lama.
(b) Mudah berada ptasi dalam kisaran salinitas
lingkungan yang lebar.
(c) Makan dengan cara menyaring, sehingga memper
mudah dalam penyedian pakannya
(d) Dapat tumbuh dengan baik pada tingkat padat
penebaran tinggi .
(e) Mempunyai nilai nutrisi tinggi, yaitu kandungan
protein 40 – 60%Klasifikasi dari Artemia:

Kingdom : Animalia.
Phylum : Arthropoda
Subphylum : Crustacea
Class : Branchiopoda
Order : Anostraca
Family : Artemiidae
Grochowski, 1895
Genus : Artemia
Leach, 1819
( Anonymous, 2008 )





Bagian-bagian dari dari tubuh Artemia yaitu terlihat dari gambar 1.2 yangh terdapat di bawah ini:











Gambar 1.2 bagian-bagian tubuh Artemia

( Anonymous, 2008 )

Proses reproduksi dari Artemia

Siklus hidup Artemia bisa dimulai dari saat menetasnya kista atau telur. Setelah 15-20 jam pada suhu 25 derajat celcius kista akan menetas menjadi embrio. Dalam waktu beberapa jam embrio ini masih akan tetap menempel pada kulit kista. Pada fase ini embrio akan tetap menyelesaikan perkembanganya kemudian berubah menjadi naupli yang akan bisa berenang bebas. Pada awalnya naupli aka berwarna orange kecoklatan akibat masih mengandung kuning telur. Artemia yang baru menetas tidak akan makan, karena mulut dan anusnya belum terbentuk dengan sempurna. Setelah 12 jam mereka akan ganti kulit dan memasuki tahap larva kedua. Dalam fase ini mereka akan mulai makan, dengan pakan berupa mikro alga, bakteri, dan detritus organic lainya. Pada dasarnya mereka tidak akan peduli (tidak memilih) jenis pakan yang dikonsumsinya selama bahan tersebut tersedia dalam air dengan ukuran yang sesuai. Naupli akan berganti kulit sebanyak 15 kali sebelum menjadi dewasa dalam kurun waktu. 8 hari. Artemia dewasa rata-rata berukuran sekitar 8 cm, meskipun demikian pada kondisi yang tepat mereka dapat mencapai ukuran sampai dengan 20 mm. pada kondisi demikian biomasnya akan mencapai 500 kali dibandingkan biomas pada fase naupli.

.Gambar 1.2 siklus hidup Artemia
Dalam tingkat salinitas rendah dan pakan yang optimal, betina Artemia bisa menghasilkan naupli sebanyak 75 ekor perhari. Selama masa hidupnya (sekitar 50 hari) mereka bisa memproduksi naupli rata-rata sebanyak 10-11 kali. Dalam kondisi super ideal, Artemia dewasa bisa hidup selama 3 bulan dan memproduksi naupli atau kista sebanyak 300 ekor(butir) per 4 hari. Kista akan terbentuk apabila lingkungnya berubah menjadi sangat salin dan bahan pakan sangat kurang dengan fluktuasi oksigen sangat tinggi antara siang dan malam. Artemia dewasa toleran terhadap selang -18 derajat hingga 40 derajat.. sedangkan temperature optimal untuk penetasan kista dan pertumbuhan adalah 25-30oC. Meskipun demikian hal ini akan ditentukan oleh strain masing-masing. Artemia menghendaki kadar salinitas antara 30-35 ppt, dan mereka dapat hidup dalam air tawar selama 5 jam sebelum akhirnya mati. Variable lain yang penting adalah pH, cahaya, dan oksigen. pH dengan selang 8-9 merupakan selang yang paling baik, sedangkan pH di bawah 5 atau lebih tinggi dari 10 dapat membunuh Artemia. Cahaya minimal diperlukan dalam proses penetasan dan akan sangat menguntungkan bagi perumbuhan mereka. Lampu standar grow-lite sudah cukup untuk keperluan hidup Artemia. Kadar oksigen harus dijaga dengan baik untuk pertumbuhan artemia. Artemia dengan supply oksigen yang baik, Artemia akan berwarna kuning atau merah jambu. Warna ini bisa berubah menjadi kehijauan apabila mereka banyak mengkonsumsi mikro algae.pada kondisi yang ideal seperti ini, Artemia akan tumbuh dah beranak-pinak dengan cepat. Sehingga supply Artemia untuk ikan yang kita pelihara bisa terus berlanjut secara kontinyu. Apabila kadar oksigen dalam air rendah dan air banyak mengandung bahan organic, atau apabila salinitas meningkat, artemia akan memakan bacteria, detritus, dan sel-sel kamir (yeast). Pada kondisi demikian mereka akan berwarna merah atau orange. Apabila keadaan ini terus berlanjut mereka akan mulai memproduksi kista. ( Anonymous, 2008 ).

PEMBAHASAN
1.1. Desain dan konstruksi Tambak
Petakan tambak untuk budidaya artemia umumnya terdiri atas 4 fungsi, yaitu petakan reservoir, evaporasi, distribusi dan petakan budidaya. Selain itu ada pula petak kultur plankton sebagai pelengkap. Petakan reservoir ada dua, petakan reservoir 1 sedalam 60 – 100 cm untuk menampung air laut dengan salinitas 30 – 35 permil, sedangkan petakan reservoir 2 sebagai penampung air bersalinitas tinggi (80 – 120 permil) dari petak evaporasi untuk kemudian dialirkan kedalam petakan distribusi. Petakan evaporasi dibuat dangkal (kedalaman 5 – 7 cm) dengan dasar petakan rata, padat dan miring kesalah satu sisi. Hal ini untuk mempermudah proses evaporasi dan mempercepat aliran air. Dalam petakan ini diharapkan salinitas meningkat sampai dengan 120 permil atau lebih. Petakan distribusi berupa kanal keliling, berfungsi untuk memasok air bersalinitas tinggi (>120 permil) kedalam petakan budidaya. Petakan distribusi dibuat dangkal ( ±5 cm ) untuk memungkinkan salinitas air semakin tinggi. Petakan budidaya merupakan petakanpetakan seluas masing-masing 1.000 – 1.500 M2
dengan kedalaman sekitar 60 cm, dan dilengkapi dengan caren keliling sebagai tempat belindung artemia dalam keadaan ektrim. Pada petakan budidaya inilah kegiatan produksi kista artemia dilakukan dengan memanfaatkan sifat reproduksi ovivar. ( Dijen Perikanan, 2003 )

1.2. Pengelolaan Budidaya
Persiapan tambak dilakukan dengan maksud menghindari adanya kebocoran pematang dan untuk penyediaan pakan alami (fitoplankton).
Kegiatan persiapan tambak terdiri atas :
1. Pengeringan dasar dan pemadatan pematang
2. Pengapuran 300 – 500 kg/Ha
3. Pemupukan dasar dengan pupuk organik 1.000 kg/ha, TSP 150 kg/ha, dan urea 300 kg/ha
4. Pengisian air salinitas tinggi hingga kedalaman mencapai 40 -50 cm.
5. Pemberantasan hama dengan saponin 10-20 ppm.
Penetasan Nauplii artemia yang ditebarkan berasal dari kista yang telah diteteskan dengan cara dekapsulasi. Untuk penebaran sebaiknya digunakan nauplii instar I, karena instar yang lebih tinggi lebih peka terhadap perubahan salinitas Umumnya penebaran dilakukan sore hari dengan kepadatan 200 nauplii/liter dilakukan sore hari dengan kepadatan 200 nauplii/liter. ( Dirjen Perikanan, 2003 )

. 1.5 Prosedur Pemeliharaan
Untuk mendapatkan biomassa Artemia, nauplius Artemia dikultur dalam beberapa hari. Lama pemeliharaan tergantung pada ukuran Artemia yang dikehendaki. Jika Artemia digunakan sebagai makanan juvenil udang, maka lama pemeliharaan sekitar 7 hari, sedangkan jika digunakan sebagai makanan udang dewasa maupun untuk diproses sebagai bahan baku makanan buatan, maka lama pemeliharaan sekurang-kurangnya 15 hari.
Prosedur produksi Naupli Artemia inkubasi cyst dalam air laut
 Cyst Artemia dilarutkan dalam air laut dan diaerasi
 Suhu air untuk penetasan 30 C, pH : 8-9, DO dalam kondisi, kepadatan cyst < 10 g/L
 Pemanenan awal : qualitas terbaik, kandungan kalori tertinggi, ukuran nauplii sesuai
 Setelah moulting kedua (24 jam setelah menetas) : nilai kalori Artemia berkurang hingga 27 %
 Pemanenan dengan net ukuran 150 µm, dicuci untuk meghilangkan bahan organik terlarut dan bakteri
 Desinfektan : 100 ppm Iodin selama 10 menit.
Biomassa Artemia dapat langsung diberikan kepada udang yang disesuaikan dengan ukurannya atau disimpan dalam bentuk segar (dalam freezer) maupun dikeringkan untuk dibuat tepung Artemia.( Ir. Sri Umiyati Sumeru)

1.4 Pemeliharaan
Pemberian makan Artemia adalah dengan menyaring (Filter feeder), maka diperlukan makanan dengan ukuran partikel khusus, yaitu lebih kecil dari 60 mikron. Makanan yang diberikan dapat berupa makanan buatan maupun makanan hidup atau plankton. Makanan buatan yang memberikan hasil cukup baik dan mudah didapat adalah dedak halus. Cara pemberiannya harus disaring terlebih dahulu dengan saringan 60 mikron. Sedangkan plankton yang dapat digunakan sebagai makanan. Selain itu pakan buatan lain yang dapat diberikan selama masa pemeliharaan adalah campuran bungkil kelapa dan tepung ikan dengan perbandingan 1:1 dalam dosis 10 gr/ton/hari.
Artemia adalah jenis plankton yang juga digunakan sebagai makanan larva udang, seperti Tetraselmis sp, Chaetoceros sp, Skeletonema sp. Oleh karena itu kultur Artemia dengan plankton sebagai makanan alami lebih mudah dilakukan dalam suatu unit usaha pembenihan udang.( Ir. Sri Umiyati Sumeru )

1.6 Pemungutan Hasil
Pemanenan kista diharapkan mulai berlangsung pada akhir minggu ketiga setelah penebaran. Kista yang telah dilepaskan dan mengumpul di tepi petakan, dipanen dengan menggunakan seser dari bahan nilon berukuran mata 150 mikron. Pemanenan dapat dilakukan setiap hari, kista hasil pemanenan tersebut direndam dalam air bersalinitas tinggi selama beberapa jam, kemudian dibersihkan untuk tujuan
pengeringan.( Dirjen Perikanan, 2003 )

1.6 Penanganan Pasca Panen
Penanganan pasca panen terdiri atas pencucian, penyimpanan pengepakan dan pengangkutan. Untuk pencucian dan pembersihan dari kotoran, kista artemia dilewatkan tiga seri saringan bermata 700; 350 dan 100 mikron. Saringan 700 mikron ditujukan untuk memisahkan kotoran berukuran besar, sedangkan saringan 350 mikron untuk kotoran yang lebih kecil. Pencucian tersebut dapat dilakukan di lapangan sehingga kotoran yang berukuran lebih dari 350 mikron dan kurang dari 100 mikron dapat terbuang. Pencucian kemudian dilanjutkan dengan merendam kista artemia dalam larutan garam jenuh untuk membersihkan dari kotoran yang masih tinggal. Kotoran yang tertinggal (biasanya lumpur) akan tenggelam, sementara kista artemia mengapung dalam larutan larutan garam, sehinggga mudah memisahkannya. Kista artemia kemudian disimpan dengan cara merendamnya dalam larutan garam jenuh yang bersih (salinitas 150 permil). dan disimpan dalam wadah tertutup. Pada tahap ini, kista artemia akan terdehidrasi, yaitu mengganti sisa air dengan air garam. Setelah 24 jam, air garam diganti dan kista dapat disimpan selama sebulan. Disarankan, air garam diganti setelah dua minggu, dan kista diaduk beberapa kali selama penyimpanan. Untuk tujuan yang tidak terlalu jauh , artemia dapat didistribusikan secara basah dalam larutan garam jenuh seperti ini. Pengepakan dapat dilakukan secara sederhana menggunakan kantong plastic kapasitas 1 kg. Setelah kista dimasukkan kedalam kantong, udara dalam kantong dikeluarkan dengan cara meremasnya keluar, kemudian kantong diikat erat dengan karet. Kantong plastik dirangkap dengan cara yang sama. ( Dirjen Perikanan, 2003 ).






PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan yang kami dapatkan dari makalah yang kami susun ini yaitu bahwa budidaya Artemia dikalangan para pembudidaya harus ditingkatkan lagi sebab permintaan akan Artemia sangat tinggi. Budidaya Artemia hanya bisa dilaksanakan pada lahan yang mengandung kadar garam yang tinggi antara 30-35 ppt selain itu juga pH, cahaya, dan oksigen antara 8-9. Budidaya Artemia harus dilaksanakan secara intensif.

Saran
Dalam malakukan budidaya artemia harus secra intensif dan harus memperhatikan prosedur budidaya. Semoga makalah ini bermnafaat dan bisa diterapkan oleh pembudidaya Artemia.


DAFTAR PUSTAKA
Anonymous,2008a. http://sn2000.taxonomy.nl/Taxonomicon/TaxonTree.aspx?id=33062. Diakses tanggal 15 November, 2008.
Anonymous, 2008b. http//www.google.com./ O-Fish: Artemia salina.com/. diakses tanggal 15 November 2008.
Anonymous, 2008.http// www.google.com/ hasil penelusuran gambar/. Diakses tanggal 15 November 2008.
Dirjen,Perikanan, 2003. http// www.goggle.com/ Budidaya Artemia Di Tambak Garam. Diakses tanggal 15 November 2008.
Sumeru, Sri Umiyati, Ir. 2008. http// www.gooogle.com./ Produksi Biomassa Artemia.. diakses tangga;l 15 November 2008.

BUDIDAYA KEPITING BAKAU (Scylla serrata) UNTUK MENINGKATKAN POTENSI HASIL PERIKANAN


PENDAHULUAN
Latar belakang
Berkembangnya pangsa pasar kepiting bakau (Scylla serrata) baik di dalam maupun di luar negeri adalah suatu tantangan untuk meningkatkan produksi secara berkesinambungan. Dengan mengandalkan produksi semata dari alam/tangkapan jelas sepenuhnya dapat diharapkan kesinambungan produksinya. Untuk itu perlu adanya usaha budidaya bagi jenis crustacea yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Usaha budidaya kepiting bakau harus didukung oleh tersedianya lahan yang bebas polusi, benih dan kemampuan pengelolaan secara teknis maupun manajemen. Lahan pemeliharaan dapat menggunakan tambak tradisional sebagaimana dipakai untuk memelihara udang atau bandeng.
Kepitng bakau merupakan salah satu komoditas perikanan pantai yang mempunyai nilaI ekonomis penting. Pada mulanya kepiting bakau hanya dianggap hama oleh Petani tambak, karena sering membuat kebocoran pada pematang tambak. Tetapi setelah mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi, maka keberadaannya banyak diburu dan ditangkap oleh nelayan untuk penghasilan tambahan dan bahkan telah mulai dibudidayakan secara tradisional di tambak. Mengingat permintaan pasar ekspor akan kepiting bakau yang semakin meningkat dari tahun ke tahun maka usaha ekstensifikasi budidaya kepiting bakau mulai dirintis dibeberapa daerah. Sebagai komoditas ekspor kepiting memiliki harga jual cukup tinggi baik dipasaran dalam maupun luar negeri, namun tergantung pada kualitas kepiting (ukuran tingkat kegemukan). Untuk dapat menghasilkan kepiting yang gemuk diperlukan waktu yang cukup pendek yaitu 10 – 20 hari. Harga jual kepiting gemuk menjadi lebih tinggi dengan demikian dapat meningkatkan nilai tambah bagi petani. Sekarang budidaya kepiting dikalangan nelayan yang berada dekat dengan bakau sangat banyak karena dapat sebagai tambahan ekonominya. Kendala yang dihadapi para nelayan yaitu kurangnya Sumber Daya Manusia nelayan untuk membudidayakan.


Jenis Kepiting Bakau yang banyak di budidayakan adalah jenis Scylla serrata, Scylla oceanic, Scylla transquebarica.
Jenis kepiting bakau yang mempunyai nilai ekonomis tinggi antara lain :
1. Scylla serrata, jenis ini mempunyai ciri warna keabu-abuan sampai warna hijau kemerah-merahan.
2. Scylla oceanica, berwarna kehijauandan terdapat garis berwarna coklat pada hampir seluruh bagian tubuhnya kecuali bagian perut.
3. Scylla transquebarica, berwarna kehijauan sampai kehitaman dengan sedikit garis berwarna coklat pada kaki renangnya.
Dari ketiga jenis kepiting tersebut diatas, Scylla serrata pada umur yang sama umumnya berukuran lebih kecil dibandingkan kedua jenis lainnya. Tetapi dari segi harga dan minta pembeli, jenis pertama tadi lebih unggul.

1.1. Gambar kepiting bakau

Tujuan
Tujuan makalah ini bagi mahasiswa yaitu agar mengetahui apa itu kepiting bakau dan bagaimana cara membudidayakanya. Sedangkan untuk masyarakat agar menjadi satu pedoman supaya bias membudidayakan kepiting bakau bahkan bias mengekspor ke Negara tetengga.
TINJAUAN PUSTAKA
Tingkah Laku dan Kebiasaan Kepiting Bakau
Secara umum tingkah laku dan kebiasaan kepiting bakau yang dapat diamati adalah sbb:
Suka berendam dalam lumpur dan membuat lubang pada dinding atau pematang tambak pemeliharaan. Dengan mengetahui kebiasaan ini, maka kita dapat merencanakan atau mendesain tempat pemeliharaan sedemikian rupa agar kemungkinan lolosnya kepiting yang dipelihara sekecil mungkin.
Kanibalisme dan saling menyerang, sifat inilah yang paling menyolok pada kepiting sehingga dapat merugikan usaha penanganan hidup dan budidayanya. Karena sifatnya yang saling menyerang ini akan menyebabkan kelulusan hidup rendah dan menurunkan produktivitas tambak. Sifat kanibalisme ini yang paling dominan ada pada kepiting jantan, oleh karena itu budidaya monosex pada produksi kepiting akan memberikan kelangsungan hidup lebih baik.
Molting atau ganti kulit. Sebagaimana hewan jenis crustacea, maka kepiting juga mempunyai sifat seperti crustacea yang lain, yaitu molting atau ganti kulit. Setiap terjadi ganti kulit, kepiting akan mengalami pertumbuhan besar karapas maupun beratnya. Umumnya pergantian kulit akan terjadi sekitar 18 kali mulai dari stadia instar sampai dewasa. Selama proses ganti kulit, kepiting memerlukan energi dan gerakan yang cukup kuat, maka bagi kepiting dewasa yang mengalami pergantian kulit perlu tempat yang cukup luas. Pertumbuhan kepiting akan terlihat lebih pesat pada saat masih muda, hal ini berkaitan dengan frekuensi pergantian kulit pada saat stadia awal tersebut. Periode dan tipe frekuensi ganti kulit penting artinya dalam melakukan pola usaha budidaya yang terkait dengan desain dan konstruksi wadah, tipe budidaya dan pengelolaanya.

Kepekaan terhadap Polutan
Kualitas air sangat berpengaruh terhadap ketahanan hidup kepiting. Penurunan mutu air dapat terjadi karena kelebihan sisa pakan yang membusuk. Bila kondisi kepiting lemah, misalnya tidak cepat memberikan reaksi bila dipegang atau perutnya kosong bila dibelah, kemungkinan ini akibat dari menurunnya mutuair. Untuk menghindari akibat yang lebih buruk lagi, selekasnya pindahkan kepiting ke tempat pemeliharaan lain yang kondisi airnya masih segar.

PEMBAHASAN
Lokasi Budidaya
Tambak pemeliharaan kepiting diusahakan mempunyai kedalaman 0,8-1,0 meter dengan salinitas air antara 15-30 ppt.Tanah tambak berlumpur dengan tekstur tanah liat berpasir (sandy clay) atau lempung berliat (silty loam) dan perbedaan pasang surut antara 1,5-2 meter. Disamping syarat seperti tersebut diatas, pada prinsipnya tambak pemeliharaan bandeng maupun udang tradisional dapat digunakan sebagai tempat pemeliharaan kepiting. Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi pemeliharaan kepiting, antara lain : Air yang digunakan bebas dari pencemaran dan jumlahnya cukup. Tersedia pakan yang cukup dan terjamin kontinyuitasnya. Terdapat sarana dan prasaranaproduksi dan pemasarannya. Tenaga yang terampil dan menguasai teknis budidaya kepiting.
Disain dan Konstruksi Tambak
Apabila perlakuan terhadap kepiting selama masa pemeliharaan kurang baik, seperti : mutu air kurang diperhatikan, makanan tidak mencukupi maka pada saat kepiting tersebut mencapai kondisi biologis matang telur akan berusaha meloloskan diri, dengan jalan memanjat dinding/pagar atau dengan cara membuat lubang pada pematang. Untuk menghindari hal tersebut, maka konstruksi pematang dan pintu air perlu diperhatikan secermat mungkin. Pada pematang dapat dipasang pagar kere bambu atau dari waring, hal ini akan mengurangi kemungkinan lolosnya kepiting. Pemasangan pagar kere bambu atau waring pematang yang kokoh (lebar 2-4 meter) dilakukan diatas pematang bagian pinggir dengan ketinggian sekitar 60 cm. Pada tambak yang pematangnya tidak kokoh, pemasangan pagar dilakukan pada kaki dasar pematang dengan tinggi minimal 1 meter
Pemilihan Benih Kepiting Bakau
Kesehatan benih merupakan satu diantara factor yang menunjang keberhasilan dalam usaha penggemukan kepiting. Oleh sebab itu pemilihan dan pengelolaan benih harus benar dan tepat. Kesehatan benih juga bisa dilihat dari kelengkapan kaki-kakinya. Hilangnya capit akan berpengaruh pada kemampuan untuk memegang makanan yang dimakan serta kemampuan sensorisnya. Walaupun pada akhirnya setelah ganti kulit maka kaki yang baru akan tumbuh tetapi hal ini memerlukan waktu, belum lagi adanya sifat kanibalisme kepiting, sehingga kepiting yang tidak bisa jalan karena sedang ganti kulit sering menjadi mangsa kepiting lainnya. Untuk itu maka harus dipilih benih yang mempunyai kaki masih lengkap. Benih kepiting yang kurang sehat warna karapas akan kemerah-merahan dan pudar serta pergerakannya lamban.

Pengangkutan Benih Kepiting Bakau

Walaupun kepiting bakau merupakan hewan yang tahan terhadap perubahan lingkungan namun cara pengangkutan yang salah bisa menyebabkan kematian dalam jumlah banyak atau mengurangi sintasan. Pengangkutan benih sebaiknya dilakukan sewaktu suhu udara rendah dan kurang sinar matahari. Terekposenya benih kepiting ke dalam sinar matahari bisa menimbulkan dehidrasi yang pada akhirnya cairan dalam tubuh kepiting akan keluar semuanya sehingga menyebabkan kematian. Tingginya kematian benih setelah sampai tempat tujuan biasanya disebabkan karena benih yang dibeli memang sudah lemah akibat sudah ditampung beberapa hari oleh pedagang pengumpul. Biasanya kematian kepiting terjadi setelah hari ke-4 dalam penampungan tanpa air. Wadah yang dipakai dalam pengangkutan kepiting sebaiknya tidak menyebabkan panas dan letakkan kepiting dalam posisi hidup.Wadah sterofoam dengan panjang 1 m dan lebar 60 cm dapat menyimpan benih sebanyak 100 - 150 ekor untuk benih yang diikat.Lakukan penyiraman sebanyak 2 - 3 kali penyiraman dengan air berkadar garam 10 - 25 ppt, selama pengangkutan 5 - 6 jam.

Penebaran Benih Kepiting Bakau
Pada lokasi penghasil kepiting tangkapan dari alam, pada musim benih untuk budiadaya tradisional petani hanya mengandalkan benih kepiting yang masuk secara alami pada saat pasang surut air. Setelah beberapa bulan mulai dilakukan panen selektif dengan memungut kepiting yang berukuran siap jual. Dapat juga kepiting yang sudah mencapai ukuran tersebut dilepas kembali ke dalam petak pembesaran untuk memperoleh ukuran atau kegemukan yang lebih besar. Pada budidaya polikultur dengan ikan bandeng, ukuran benih kepiting dengan berat 20-50 gram dapat ditebar dengan kepadatan 1000-2000 ekor/Ha, dan ikan bandeng gelondongan yang berukuran berat 2-5 gram ditebar dengan kepadatan 2000-3000 ekor/Ha. Pada budidaya sistem monokultur benih kepiting dengan ukuran seperti tersebut diatas ditebar dengan kepadatan 5000-15000 ekor/Ha.
Pemeliharan Kepiting Bakau
Penempatan karamba dalam petak tambak disarankan diletakkan didekat pintu masuk/keluar air. Posisi karamba sebaiknya menggantung berjarak 15 cm dari dasar perairan yang tujuannya agar sisa pakan yang tidak termakan jatuh ke dasar perairan tidak mengendap di dalam karamba. Diusahakan seminggu 2 kali karamba dipindah dari posisi semula hal ini bertujuan agar terjadi sirkulasi/pergantian air. Kegiatan dalam pemeliharaan setelah penebaran dilakukan : Pemberian pakan rucah lebih diutamakan dalam bentuk segar sebanyak 5 -10% dari berat badan danndiberikan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore/malam hari. Penggantian air dilakukan bila terjadi penurunan kualitas air. Sampling dilakukan setiap 5 hari untuk mengetahui perkembangan pertumbuhan dan kesehatan kepiting. Dengan pengelolaan pakan yang cermat, cocok dan tepat jumlah maka dalam tempo 10 hari pertumbuhan kepiting bisa diketahui.
Pemberian Pakan yang Diberikan kepada Kepiting Bakau
Berbagai jenis pakan seperti : ikan rucah, usus ayam, kulit sapi, kulit kambing, bekicot, keong sawah, dll. dari jenis pakan tersebut, ikan rucah segar lebih baik ditinjau dari fisik maupun kimiawi dan peluang untuk segera dimakan lebih cepat karena begitu ditebar tidak akan segera dimakan oleh kepiting. Pemberian pakan pada usaha pembesaran hanya bersifat suplemen dengan dosis sekitar 5%. Lain halnya pada usaha kepiting bertelur dan penggemukan, pemberian pakan harus lebih diperhatikan dengan dosis antara 5-15% dari erat kepiting yang dipelihara. Kemauan makan kepiting muda biasanya lebih besar, karena pada periode ini dibutuhkan sejumlah makanan yang cukup banyak untuk pertumbuhan dan proses ganti kulit. Kemauan makan akan berkurang pada saat kepiting sedang bertelur, dan puncaknya setelah telur keluar sepertinya kepiting berpuasa.

Pemanenan kepiting Bakau

Pemeliharaan kepiting di karamba dapat dilakukan selama 15 hari, tergantung pada ukuran benih dan laju pertumbuhan. Laju pertumbuhan oleh jenis pakan yang diberikan dan kualitas air tambak. Untuk memanen kepiting digunakan alat berupa seser baik untuk tujuan pemanenan total maupun selektif. Pelaksanaan panen harus dilakukan oleh tenaga terampil untuk menangkap dan kemudian mengikatnya. Selain itu tempat dan waktu penyimpanan sebelum didistribusikan kepada konsumen menentukan kesegaran dan laju dehidrasi karena kehilangan berat sekitar 3 - 4%dapat menyebabkan kematian.

Pasca Panen Kepiting Bakau

Salah satu hal yang menguntungkan dalam penanganan kepiting setelah dipanen adalah kemampuannya bertahan hidup cukup lama pada kondisi tanpa air. Namun demikian, penanganan yang kurang baik tetap saja akan menurunkan kondisi kesehatannya dan dapat menyebabkan kematian. Apabila kepiting setelah dipanen langsung dimasukkan kedalam keranjang dengan mengikat capit, kaki jalan dan kaki renangnya yang merupakan alat gerak yang cukup kuat, maka kepiting tersebut akan saling capit satu dengan yang lainnya. Kondisi demikian akan menimbulkan kerusakan secara fisik pada tubuh kepiting dan mempengaruhi kondisi fisiologis yang akhirnya dapat mengakibatkan kematian. Untuk mengatasi keadaan tersebut kepiting yang baru ditangkap harus segera diikat sebelum dimasukkan ke dalam keranjang.

Cara pengikatan kepiting yang baru ditangkap dapat dilakukan seperti dibawah ini :
1. Pengikatan kedua capit dan seluruh kaki-kakinya
2. Pengikatan capitnya saja dengan satu tali
3. Pengikatan masing-masing capit dengan tali terpisah
tali pengikat dapat menggunakan tali rafia atau jenis tali lainnya yang cukup kuat. Setelah kepiting diikat, baik pengikatan capitnya saja maupun pengikatan seluruh kaki-kakinya akan mempermudah penanganan dan pengangkutannya Penanganan kepiting yang telah disusun dalam keranjang yang perlu mendapat perhatian ialah tetap menjaga suhu dan kelembaban. Usahakan suhu tidak lebih tinggi dari 26°C dan kelembaban yang baik adalah 95%. Cara yang dapat dilakukan untuk menjaga suhu dan kelembaban ideal bagi kelangsungan hidup kepiting selama dalam pengangkutan ialah : elupkan kepiting ke dalam air payau (salinitas 15-25‰) selama kurang lebih 5 menit sambil digoyang-goyangkan agar kotoran terlepas. Setalah kepiting disusun kembali di dalam wadah. tutuplah wadah dengan karung goni basah.

PENUTUP
Kesimpulan
Dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa para pembudidaya kepiting bakau dalam membudidayakanya harus dengan system yang sudah ada. Budidaya kepiting bakau sangat mudah diterapakn oleh para pembudidaya karena teknik budidayanya tidak begitu sulit mulai dari pemilihan lokasi, desain konstruksi tambak, pemilihan benih, pengangkutan benih, penebaran benih, pemaliharan, pemanenan, dan sampai pasca panen. Kepiting bakau pada saat ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi tidak hanya didalam negeri bahkan bias diekspor ke luar negeri. Dalam hal ini kepiting bakau juga dapat meningkatkan hasil perikanan